Bibliografi
Judul
Buku: Surat Dahlan
Pengarang: Khrisna Pabichara
Penerbit: Noura Books
Terbit: Januari 2013
Jenis Kover: Soft Cover
Kategori: Novel
No.
ISBN:
978-602-7816-25-1
Jumlah Halaman: 400
Harga: Rp62.500
Intrik
Tajam dan Geletar Cinta
Buku kedua dari Trilogi Novel Inspirasi Dahlan
Iskan, Surat Dahlan, memberikan unsur
yang baru. Dari buku sebelumnya, Sepatu
Dahlan, hanya menceritakan perjuangan Dahlan meraih kedua cita-citanya: sepatu
dan sepeda. Kini, di serial keduanya, cerita inspirasi itu lebih penuh dengan
intrik-intrik tajam dan geletar cinta yang lebih dalam.
Bermula dari merantaunya Dahlan ke Samarinda guna
menepati janjinya, kuliah, dengan seseorang yang dicintainya, Aisha. Di sana, perantauan
dari Kebon Dalem itu menetap di rumah Mbak Atun, kakaknya yang juga menetap di
Samarinda. Berkuliah di dua tempat membuatnya semakin malas, dia lebih memilih
untuk bercengkrama dengan kawannya di PII, Pelajar Islam Indonesia, karena
dapat lebih leluasa mencurahkan segala keluh kesah.
Suatu hari, Dahlan dengan beberapa kawan PII-nya, Syaful,
Latif, Syarifuddin, dan Nafsiah, mengadakan unjuk rasa kepada pemerintah yang
saat itu kebijakan di tanah air sedang karut marut. Dahlan pun ditunjuk menjadi
pemimpin aksi kala itu, mereka melancarkan keberanian dan kepedulian terhadap
negeri di Tugu Nasional. Walau terlihat lancar, aksi mereka tetap diadang oleh
segerombol tentara berlaras senapan. Kelompok unjuk rasa PII pun kabur morat-marit
dengan adangan popor senjata tentara. Dahlan yang tergelincir jatuh ke jurang
diselamatkan oleh Nenek Saripa.
Sejak saat itu, jalan hidupnya berubah. Setelah
dirawat lebih dari tiga hari oleh Nenek Saripa, keponakannya, Sayid, mengajak
Dahlan untuk bergabung menjadi wartawan di koran Mimbar
masyarakat.
Tanpa menyela pun Dahlan langsung
menganggukan kepala seraya menerima tawaran Sayid. Tak hanya itu, satu-satunya
teman perempuannya di PII, Nafsiah, terbeberkan mencintai Dahlan secara
diam-diam.
Kini di sepanjang perjalanan cintanya, Dahlan muda
dibekali tiga pilihan yang membingungkan, Maryati, Nafsiah, dan Aisha. Meski
ada beberapa yang lain, hati Dahlan kala itu tetap tertuju kepada Aisha. Walau
jauh, Aisha tetap menyurati Dahlan dengan kalimat-kalimat rindu. Terjadi banyak
kecamuk dalam sanubari Dahlan muda dengan kecintaanya terhadap Aisha. Jarang
sekali, dari banyak surat yang diterima, dibalas olehnya.
Satu demi satu telah memilih jalannya. Maryati
,saking cintanya terhadap Dahlan hingga merantau ke Samarinda, telah memilih
menikah dengan Paijo. Aisha yang ternyata mengkhianati janji tersebut dikabarkan
telah menikah. Kini, tinggalah Nafsiah. Dia pun tak akan melepaskan begitu saja
kesempatan terakhirnya. Tidak untuk kehilangan lagi.
Fokus terhadap surat kabar yang diembannya membuat
dia melupakan kegetiran cinta. Kariernya pun melesat. Dari hanya sebagai
wartawan biasa, kini menjadi Redaktur Pelaksana. Ia pun diberikan kesempatan
langka untuk belajar tentang jurnalistik di Tempo yang membuatnya direkrut
menjadi Koresponden Daerah. Hal itu pun yang mengawali buah kerja kerasnya
hingga akhirnya menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Jawa Pos.
Kisahnya berjalan dengan disandingi nyawa baru di
kehidupannya, Istri dan kedua anaknya. Tak luput tanah kelahirannya, Kebon
Dalem, pun disambangi guna memperkenalkan keluarga barunya kepada sanak saudara
di sana, Bapak dan Adiknya.
Buku ini diakhiri dengan epilog yang mengena di hati
para pembaca tentang wejangan dari Bapaknya dan ingatan terhadap Ibunya. Tak
hanya akhir, beberapa bagian di dalam buku ini pun terkandung petuah, berupa
dongeng, yang dapat menginspirasi pembaca tentang menjalani hidup. Kisah
seorang pekerja di habasyah contohnya, menyimpulkan agar seluruh umat manusia
dapat lebih hati-hati menjaga lidah dan hati.
Buku ini memiliki banyak kelebihan dan manfaat. Dari
sisi cerita dan gaya bahasa yang dipakai, pembaca dapat lebih mudah mencerna
kehidupan seseorang yang dikisahkan ini, Dahlan. Pitawat yang tersirat di dalam
buku ini pun memberikan manfaat yang banyak, khususnya untuk perjalanan hidup,
seperti yang terdapat di paragraf sebelumnya.
Tak ada kekurangan dari segi visual, hanya saja,
beberapa kalimat yang menggunakan bahasa Jawa tidak disertakan arti, membuat
pembaca yang kurang mengerti bahasa Jawa tidak paham artinya. Terlepas dari
semua itu, buku ini sempurna untuk segala umur yang ingin mengetahui betapa berartinya
hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar